KILASBANDUNGNEWS.COM – Calon wali kota Bandung, Muhammad Farhan, bertekad akan mengoptimalkan penanganan sampah jika terpilih pada pemilihan kepala daerah 2024. Menurutnya ini penting agar ibu kota Jawa Barat tersebut tetap nyaman dan bersih di tengah terus meningkatnya produksi sampah serta minimnya lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA).
Hal ini disampaikan Farhan saat bertemu dengan warga di Kelurahan Pasirjati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Senin (14/10/2024). Dia menjelaskan, penambahan jumlah penduduk tidak bisa dihindari.
Kondisi ini berdampak terhadap bertambahnya produksi sampah yang dihasilkan. Seperti diketahui, jumlah sampah yang berasal dari Kota Bandung sekitar 1.700 ton per hari.
“Pemerintah harus serius dalam mengatasi persoalan sampah ini. Saya menjadikan penanganan sampah ini sebagai program prioritas dalam tiga bulan pertama kepemimpinan kami (bersama calon wakil wali kota, Erwin),” kata Farhan.
Dia pun memaparkan sejumlah rencana kerja terkait penanganan sampah yang akan dilakukannya jika terpilih menjadi wali kota Bandung. Menurut dia, yang pertama harus diubah adalah paradigma dalam melihat sampah.
“Biasanya buanglah sampah pada tempatnya. Pertanyaannya, di mana tempatnya? Jika ditanya ke warga, di mana saja asal jangan di rumah saya (warga), terserah mau di kampung orang lain mah,” kelakarnya.
Menurutnya hal ini harus diubah karena hanya melihat sampah sebagai limbah yang harus dibuang. “Dulu dibuang ke Leuwigajah, sekarang ke Sarimukti. Setelah Sarimukti penuh, mau dibuang ke mana lagi? Tempatnya di mana lagi?” tanya dia.
Oleh karena itu, menurut Farhan sampah harus dipilah agar tidak semuanya dibuang ke TPA. “Seharusnya sampah yang dibuang hanya 10%-nya saja dari jumlah yang dihasilkan. Selebihnya, sampah basah (organik) dikomposting, bisa juga untuk magot. Yang kering (anorganik), bisa didaur ulang,” kata dia seraya menegaskan pentingnya pemilahan sampah mulai dari tingkat hulu.
Nantinya, Farhan memastikan akan menggandeng pihak ketiga dalam setiap pengolahan sampah baik yang basah maupun kering. Terlebih mengingat minimnya ketersediaan lahan di Kota Bandung.
“Untuk pengolahan 1 ton sampah basah, dibutuhkan lahan 600 meter persegi. Dari Pasar Caringin saja sehari 70 ton sampah basah, belum dari pasar yang lain. Minimal butuh 10 hektare untuk tempat pengolahan sampah,” katanya seraya menyebut tempat pengolahan sampah basah kemungkinan berada di luar kota.
Hal serupa pun dilakukan terhadap pengolahan sampah kering yang juga akan dikerjasamakan dengan pihak ketiga. “Jadi tempatnya kemungkinan di luar kota juga. Di Kota Bandung sudah sulit lahannya,” kata Farhan.
Bahkan, pengolahan sampah kering akan dibagi dua yakni yang bisa didaur ulang, dan B3 (berbahaya, beracun, berbau) yang harus dimusnahkan. “Jadi kemungkinan semua tempat pengolahannya berada di luar kota dan masing-masingnya berbeda tempat,” ucapnya.
Lebih lanjut, Farhan pun memastikan pengangkutan sampah basah dan kering dari rumah warga akan berbeda waktunya. Sampah basah akan diangkut menuju pengolahan setiap tanggal ganjil, sedangkan sampah kering akan diangkut setiap tanggal genap.
“Kenapa sampah basah harus tanggal ganjil? Karena kalau akhir bulan tanggal 31, besoknya kan tanggal 1, jadi sampah basahnya bisa tetap terambil lagi. Karena sampah basah jangan lama-lama pengambilannya,” katanya.
Selain itu, Farhan menyebut pihaknya akan mengaktifkan petugas linmas dan gober untuk memaksimalkan penanganan sampah ini. Nantinya, mereka akan rutin berkeliling wilayah untuk meminimalisasi sampah yang terbuang begitu saja.
“Linmas dan gober akan patroli di wilayahnya masing-masing yang dilakukan selama 24 jam. Keliling wilayah, melakukan deteksi dini dan pencegahan dini. Jika melihat ada sampah, bersihkan. Patroli sampah di sungai, untuk deteksi dini, mencegah banjir,” katanya seraya menyebut linmas dan gober akan berkoordinasi dengan aparatur kelurahan dan RW.
Meski begitu, Farhan mengakui berbagai langkahnya itu belum tentu bisa mengatasi persoalan sampah dalam waktu yang singkat. “Memang tidak akan selesai dalam tiga bulan. Tapi dalam tiga bulan ini kita bisa menemukan sistem yang baik terkait penanganan sampah,” ujarnya.
Dengan begitu, Farhan berharap saat TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat sudah berhenti beroperasi, yang menurut rencana pada 2026 mendatang, Kota Bandung sudah memiliki dan mengadopsi sistem pengolahan sampah yang baik.
“Jadi saat Sarimukti tutup, saya berharap sampah yang dibuang itu hanya 10%-nya. Sisanya harus diolah dan habis saat itu juga,” kata dia. (Evy)