KILASBANDUNGNEWS.COM – Sampai saat ini data kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) masih menjadi rujukan utama bagi perencanaan dan evaluasi kebijakan pemerintah maupun stakeholders terkait dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Meski begitu, dalam implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan pada tataran makro maupun mikro, masih ada kesimpangsiuran terkait pemahaman indikator kemiskinan.
Hal tersebut dikemukakan Kepala BPS Provinsi Jawa Barat Dyah Anugrah Kuswardani, dalam Webinar Kupas Tuntas Kemiskinan di Tengah Pandemi : Memahami Data dan Situasi Kemiskinan pada Rabu, (22/9/2021).
“Di masa pandemi Covid-19, perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat bisa berubah cepat dan dinamis,” ucap Dyah.
Dyah mengatakan, webinar ini membahas tentang gambaran terkait situasi kemiskinan di tengah pandemi Covid-19 tersebut dan bagaimana cara memahami indikator kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS secara komprehensif.
“Dengan informasi yang didapat, kita bisa menyosialisasikan indikator statistik yang dihasilkan BPS serta pemanfaatannya, khususnya terkait indikator kemiskinan, serta memberikan gambaran terkait situasi kemiskinan di tengah pandemi Covid-19,” tuturnya.
“Webinar ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan masyarakat terkait indikator kemiskinan, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar dan kesadaran terhadap pentingnya data statistik dalam setiap penentuan suatu kebijakan,” tambahnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik, Dr. Ateng Hartono memberikan gambaran umum kemiskinan di level Provinsi Jawa Barat maupun Nasional. BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
“Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan & bukan makanan),” ujarnya.
Ateng menuturkan, secara umum, persentase penduduk miskin di Jawa Barat masih di bawah Nasional. Pada kondisi Maret 2021, persentase penduduk miskin Jawa Barat sebesar 8,40 persen di bawah Nasional sebesar 10,14 persen.
“Disparitas kemiskinan perkotaan dan perdesaan juga terlihat masih tinggi baik di level Jawa Barat maupun Nasional,” katanya.
Sedangkan Athia Yumna, M.Sc. dari SMERU menyampaikan bahwa, hasil penelitian yang dilakukan oleh SMERU, secara umum pandemi Covid-19 berdampak pada keuangan keluarga, upah riil di sektor informal, anak-anak, situasi pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta kerawanan pangan.
“Variasi dampak Covid-19 terhadap rumah tangga rentan semakin terlihat pada tahun kedua pandemi. Rumah tangga melakukan coping, namun belum mengarah ke strategi adaptasi yang kokoh,” jelasnya.
“Kebijakan terhadap penanganan pandemi dan dampaknya berperan penting dalam mempengaruhi tingkat relisiensi masyarakat,” tambahnya. (Parno)