KILASBANDUNGNEWS.COM – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) Ivermectin sebagai obat Covid-19. Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, hal itu sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang menyebut Ivermectin dapat digunakan dalam lingkup uji klinik.
“Badan POM sejalan dengan rekomendasi WHO untuk memfasilitasi segera pelaksanaan uji klinik yang diinisiasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Sehingga akses masyarakat untuk obat ini bisa juga dilakukan segera secara luas dalam pelaksanaan untuk uji klinik,” ujar Penny dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube Badan POM pada Senin (28/6).
Pada prinsipnya, PPUK merupakan dasar ilmiah guna membuktikan khasiat dan keamanan Ivermectin untuk Covid-19, sekaligus membuka akses pelayanan penggunaan Ivermectin pada penanganan kasus Covid-19.
Sedangkan Ivermectin sendiri adalah obat yang terdaftar untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis) di Indonesia. Obat ini tergolong keras.
Penny menjelaskan, dalam sejumlah publikasi global, Ivermectin telah digunakan untuk menanggulangi Covid-19. Dia menggarisbawahi bahwa hal tersebut hanya berlaku dalam kerangka uji klinik, sesuai rekomendasi WHO Guideline for Covid-19 Treatment yang dipublikasikan pada 31 Maret lalu.
“Pendapat sama diberikan Badan Otoritas obat yang memiliki sistem regulatori yang baik seperti The United States Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicines Agency (EMA), karena data uji klinik yang ada saat ini belum konklusif menunjang penggunaan Ivermectin untuk Covid-19,” paparnya.
Uji klinik tersebut akan dilakukan oleh delapan rumah sakit, yaitu RSUP Persahabatan, Jakarta; RSUP Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta; RSUD dr. Soedarso, Pontianak; RSUP H. Adam Malik, Medan; RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta; RSAU Dr. Esnawan Antariksa, Jakarta; RS dr. Suyoto, Pusat Rehabilitasi Kementerian Pertahanan RI, Jakarta; dan Rumah Sakit Darurat COvid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Jakarta.
Lebih lanjut Penny menyatakan, jika masyarakat membutuhkan Ivermectin namun tak dapat ikut dalam uji klinik, maka dokter dapat memberikan obat tersebut dengan memperhatikan penggunaan sesuai protokol uji klinik yang disetujui. Badan POM ditegaskan akan terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil uji klinik, serta melakukan pembaruan informasi penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 melalui komunikasi dengan WHO dan Badan Otoritas Obat negara lain.
“Untuk kehati-hatian, Badan POM meminta kepada masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk membeli melalui platform online,” kata Penny.
Pada kesempatan yang sama, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pihaknya siap memproduksi 4,5 juta tablet per bulan jika uji klinik menunjukkan hasil baik. Selain Ivermectin, dia juga memastikan obat-obat lain seperti Oseltamivir, Favipiravir, hingga Remdesivir masih tersedia.
“Dengan kondisi yang sekarang dilakukan pemerintah, apalagi PPKM Mikro terus ditingkatkan, ya tidak lain karena mencoba membantu rakyat mendapat obat murah atau (obat) terapi murah yang diputuskan setelah uji klinik,” ujarnya.
Saat ini, Kementerian BUMN dan Badan POM tengah bersama mencari solusi terbaik menghadapi Covid-19. Salah satunya, dengan pencarian vaksin ke sejumlah negara, serta mempercepat penyediaan vaksin Merah Putih.
“Karena memang seperti yang kita ketahui di banyak negara, hal mengenai vaksinasi ini juga menjadi sebuah polemik. Tetapi insya Allah kalau niatnya baik semua bisa berjalan dengan baik, seperti yang kita lakukan vaksinasi yang sangat gemilang di Indonesia kemarin sudah menembus 1,3 juta. Dan tentu ini kita terus tingkatkan,” kata Erick yang juga Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).
Secara terpisah, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih menyatakan menyambut langkah BPOM memberikan PPUK Ivermectin untuk penggunaan sebagai obat Covid-19. Menurutnya, langkah ini merupakan ikhtiar mencari cara terbaik menangani pandemi di Indonesia.
“Upaya ini juga sejalan dengan rekomendasi WHO dan FDA (Food and Drug Administration atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat),” ujarnya. (Sumber: www.cnnindonesia.com)