SEBAGIAN dari kita mungkin pernah melihat harimau, macan tutul, dan badak. Dan sebagian besar parti melihatnya secara langsung di kebun binatang.
Bagi kamu milenial saat ini, mungkin tidak menyangka atau membayangkan jika binatang-binatang itu berkeliaran bebas di Kota Bandung.
Namun hal itu ternyata binatang-binatan itu pernah hidup dan berkeliaran di Kota Bandung. Setidaknya itu yang digambarkan oleh Haryoto Kunto dalam bukungan Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (PT Granesia 1985).
Ia menuliskan, pada 1866, setengah abad sejak Kota Bandung didirikan setelah pindah dari Dayeuhkolot yang kini masuk wilayah Kabupaten Bandung, orang masih melihat kawanan badak yang berkeliaran di daerah Cisitu, beberapa ratus meter dari sebelah utara Kampus Institut Teknologi Bandung.
Bahkan Haryoto mengisahkan pembangunan Bandung masa itu sering terhalang kawanan hewan buas seperti harimau dan macan tutul, dan badak.
Sejumlah sumber juga menyebutkan, Bandung tempo dulu terdapat sejumlah tempat pangguyangan badak. Salah satunnya bahkan tak jauh dari Pendopo saat ini.
Sebab itu pula di sekitar tempat tersebut terdapat tempat yang diberi nama Jalan Cibadak, yang kini menjadi pusat pertokoan.
Mungkin hal itu juga yang membuat adanya patung badak di Balai Kota Bandung hingga saat ini.
Pemilihan pusat pemerintahan Kota Bandung di Jalan Wastukencana juga karena kawasan tersebut dulunya merupakan pangguyangan badak.
Tempat-tempat lainnya yang sebelumnya merupakan lokasi pangguyangan badak yakni Rumah Sakit Umum Rancabadak (sekarang Rumah Sakit Hasan Sadikin), dan juga Institut Teknologi Bandung.
Koran Pikiran Rakyat edisi 10 Oktober 1981 menuliskan, Wali Kota Bandung kala itu, Husen Wangsaatmadja sempat menceritakan kisah tentang patung badak putih.
Monumen Badak putih di halaman Balai Kota Bandung, sama sekali bukan lambang daerah. Melainkan merupakan simbol kerinduan Kota Bandung akan kehadiran kembali kelestarian alam yang sehat, tertib, tanpa kekurangan air serta pepohonan yang rindang.
Monumen tersebut juga merupakan pencerminan kehendak Bandung masa kini (saat itu) dan Bandung masa mendatang untuk kembali memiliki lingkungan yang subur dan teratur.
Monumen Badak Putih menjadi representasi tekad Kota Bandung untuk mengembalikan keadaan lingkungan yang sehat.
“Penempatan monumen Badak Putih juga sebagai perlambang betapa manusia sebenarnya tidak bisa hidup tanpa kehidupan satwa. Hewan itu tak perlu dibenci apalagi dimusnahkan. Kemusnahan hewan-hewan liar akan berarti pula musnahnya atau rusaknya tata lingkungan yang sehat,” ujar Husen kala itu.
Lalu kenapa berwarna putih? Husen Wangsaatmadja mengatakan, di antara badak yang terdapat di Bandung kala itu terdapat seekor badak yang memiliki warna berbeda. Yakni berwana putih, dan diduga merupakan pemimpin di antara para badak lainnya. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan monumen badak di halaman Balai Kota Bandung juga berwarna putih.
Dia menyatakan, kehidupan badak tidak lepas dari sejarah pertumbuhan Kota Bandung.
“Tidak salah kiranya jika dibuat suatu monumen badak putih, untuk mengenang kelestarian alam yang sempurna pada masa lalu, sambil mencoba mengembalikan kembali kondisi itu bagi masa kini dan mendatang,” tuturnya.
“DALAM DADA KAMI TAK PERNAH PADAM MENGEMBAN TUGAS MENERUSKAN HARAPAN AGAR NAMA DAN TITIPAN INI BANDUNG SEMERBAK SEPANJANG MASA”
Demikian tulisan yang terdapat pada prasasti peresmian yang diabadikan di bawah patung badak. Wali Kota Husen Wangsaatmadja meresmikannya tahun 1981. (rls)