KILASBANDUNGNEWS.COM – Melihat banyak talenta olah raga elektronik atau e-sport dari Indonesia, termasuk Kota Bandung namun belum tersentuh dukungan penuh pemerintah. Bakal calon Wali Kota Bandung Arfi Rafnialdi mengatakan memiliki gagasan untuk merespons aspirasi dari IeSPA Jawa Barat.
Menurut Kang Arfi sapaan akrabnya gagasan tersebut yakni memasukan esports kedalam eskul (ekstrakurikuler) sekolah, dimana olah raga ini bisa menjadi jalur prestasi terutama bagi pelajar.
“Ingin memastikan, bahwa pemain esports di antaranya banyak dari kelompok generasi Z main gim secara terarah. Pemain-pemain esports beroleh fasilitasi untuk mengukur diri, mengasah untuk jalur prestasi, atau cukup sebagai hobi. Untuk menghadirkan sarana itu, perlu peran pemerintah,” tutur Kang Arfi seusai berbincang dengan pengurus IeSPA Jawa Barat, Selasa (10/9/2024).
Selain itu gagasannya ia ingin memajukan ekosistem esports, sarana pengembangan bakat serta penjurusan karier pemain.
Masih kata dia, pemerintah daerah perlu mampu mengenalkan esports sebagai bagian dari salah satu sub sektor ekonomi kreatif, jalur meraih prestasi maupun pilihan karier. Esports sebagai sub sektor ekonomi kreatif potensial menjadi sport tourism yang memajukkan pariwisata daerah. Apalagi, Kota Bandung dengan jumlah pegiat maupun pemain esport begitu besar sangat memadai untuk menjadi tuan rumah acara taraf nasional.
“Langkahnya, bisa berupa menyelenggarakan event esports week. Nomor pertandingannya dalam event nanti beragam, Mobile Legends, Tekken, Football Manager, eFootball, PUBG Mobile. Bukan hanya gim, event itu perlu mencakup mini4WD, RC, drone, serta yang lainnya. Tentu, penyelenggaraan event itu atas dukungan pemerintah, pegiat esports Kota Bandung yang menjadi host (penyelenggara),” tutur Kang Arfi.
Sebagai gambaran, menurut data Global Games Market Report 2021, Indonesia menempati posisi 17 pasar gim terbesar dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Data itu diperkuat di Indonesia Esports Industry Outlook 2021, menurut Data dari Evos Esports (salah satu tim esports terbesar di Indonesia), Indonesia berkontribusi sekitar 43% dari jumlah total 274,5 juta gamers di Asia Tenggara. Selain itu, Indonesia juga menyumbang pendapatan terbesar, senilai USD 2,08 miliar atau sekitar Rp 30 triliun.
Kang Arfi meyakini, penyelenggaraan acara semacam itu menghadirkan multiplier effect. Selain manfaat ekonomi, penyelanggaran sport tourism menjadi wadah bagi pemain mengukur keterampilan teknis masing-masing.
“Pemikiran saat ini, ada ekstrakurikuler esports di sekolah dengan dasar pertimbangan pemeritah bisa membantu mengarahkan generasi muda memilih cabang esports yang tepat. Keberadaan esktrakurikuler itu menjadi awal untuk kemunculan kompetisi antar-SMP se-Kota Bandung. SMA-SMA yang ada di Kota Bandung, atau Karang Taruna tingkat kecamatan pun bisa (mengadakan kompetisi). Esport week bisa menjadi puncak dari kompetisi antarsekolah juga antarkarang taruna tingkat kecamatan, misal melalui pertandingan all stars para pemain berprestasi,” ucap Kang Arfi.
Merespons hasil obrolan dengan pengurus IeSPA Jawa Barat, Kang Arfi pun segera memikirkan untuk menghadirkan sarana khusus bagi pegiat esports. Sarana itu hadir beserta fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan pegiat esports.
“Ada untuk pegiat esport gim, RC, mini4WD, drone. Lokasinya bisa menata ulang dari taman eksisting, atau yang berbeda (baru). Selain mengasah keterampilan dalam koridor yang terarah, pegiat esports bisa berkumpul dan saling berbagi pengalaman,” tutur Kang Arfi.
Sekretaris Jenderal IeSPA Jawa Barat, Yoel Yosaphat mengatakan, dukungan pemerintah masih sebatas penerbitan aturan dalam hal esports bagian dari olahraga secara umum. Lantaran demikian, kesinambungannya bergantung induk organisasi olahraga (Inorga) masing-masing.
“Sementara itu, kondisi di tiap-tiap Inorga berbeda-beda. Ada yang banyak peminat. Ada juga yang peminatnya sedikit. Untuk esports, pemain esports sangat banyak. Bahkan, ada istilah, tanpa iklan pun banyak orang main gim,” ucap Yoel.
Kendati peminat esports amat banyak, Yoel mengatakan, organisasi masih kerap menjumpai kebingungan saat menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah. Alhasil, organisasi menyelenggarakan kegiatan mandiri dengan sokongan sponsor.
“Ujung-ujungnya, menghadirkan perputaran ekonomi saja, sedangkan aspek edukasi dari esports tak tercapai. Dimensi esports sangat banyak, pendidikan, perangsang daya pikir kritis, mengasah kemampuan kerja sama serta kreativita, fasilitasi generasi muda untuk lebih melek teknologi. Dimensi-dimensi itu yang masih miss (tak terlaksana) karena dukungan minim pemerintah,” tutur Yoel.
Sementara itu, Ketua Umum IeSPA Jabar, Steffy Ai menyebutkan, banyak pemain esports asal Kota Bandung yang menjuarai kompetisi maupun turnamen taraf internasional. Harapannya, pemimpin Kota Bandung periode mendatang menjadikan hal itu sebagai perhatian.
“Kepada pemimpin Kota Bandung periode mendatang, perlu mampu melihat potensi esports. Sesungguhnya, esports sudah memasyarakat. Jangan sampai ketinggalan menangkap peluang dari potensi yang sangat besar,” ucap dia.