Bandung – Intelektual sekaligus aktivis lingkungan asal Amerika Serikat, Prof. Paul Connett sangat terkesan dengan kehadiran Kampung Kang Pisman di Kota Bandung. Ia menilai, pengembangan Kawasan Bebas Sampah (KBS) di Kota Bandung lebih maju ketimbang daerah asalnya di Amerika Serikat.
Connet sebelumnya sudah pernah berkunjung ke Indonesia pada 2016 lalu dengan misi menyuarakan gaya hidup tanpa memproduksi sampah. Penulis buku The Zero Waste Solution ini terkesima dengan gerakan Kurangi Pisahkan Manfatkan sampah (Kang Pisman) yang kini terus digelorakan di Kota Bandung.
“Di Amerika Serikat kita harus mengubah filosofi dalam mengonsumsi sesuatu, tapi kalian semua sudah memiliki tempat itu dan kalian semua sudah lebih maju dari Amerika Serikat. Kesalahan kami terlalu menekuni perkembangan teknologi, padahal yang diperlukan adalah perkembangan sosial,” ucap Connett saat diskusi di Kampung Kang Pisman RW 07 Kelurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Jumat (12/7/2019).
Tahun ini, mantan dosen di St. Lawrence University, Canton, New York ini menyambangi lima negara untuk mengampanyekan zero waste sekaligus melihat secara langsung pola penanganan sampah di pelbagai negara. Sebelum ke Indonesia dan singgah di Kota Bandung, dia lebih dulu mendatangi Libanon, Italia, China (Republik Rakyat Tiongkok) dan Filipina.
“Sejauh ini dari lima negara itu di sini yang terbaik. Saya harap harusnya saya datang dulu ke Indonesia dan mengabarkan ke negara lain, tentang organisasi yang sudah terbentuk dan semua yang sudah dilakukan di sini,” terangnya.
Connett menilai gerakan Kang Pisman bukan hanya menjadi seruan sesaat semata, tetap menjadi edukasi berkelanjutan bagi masyarakat dalam memperlakukan sampah. Sebagai contoh kecilnya, dia salut dengan partisipasi masyarakat yang sudah mulai memilah sampah dari rumah.
Lagi-lagi Connett terkesan bahwa ternyata gerakan Kang Pisman merupakan program Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang digawangi oleh Oded M. Danial bersama Yana Mulyana. Menurutnya hal ini sangat membantu para aktivis lingkugan mengingat pemerintah hadir memberikan dukungannya secara maksimal.
“Saya senang dan perlu mengumpulkan foto di sini untuk presentasi di negara lain. Untuk saya, anda sekalian adalah contoh yang sangat baik. Dan saya sangat senang ini semua didukung oleh semua pemerintah yang ada di lokal sampai ada di kota. Saya sangat senang wali kota dan wakil wali kota sangat mendukung kegiatan ini,” bebernya.
Connett menambahkan, keterlibatan pemerintah jangan sampai hanya menjadi simbol politis saja. Apalagi, sambung dia, gerakan kepedulian terhadap lingkungan dijadikan sebagai alat pencitraan di panggung politik saja seperti kebanyakan para politisi.
“Sangat banyak politisi memberikan harapannya pada teknologi yang besar tapi pak wali kota dan pak wakil memercayakan masyarakatnya menjadi solusi masalah sampah, ini hal yang sangat baik. Saya melihat bagaimana pak wakil saat jalan bukan hanya berbicara teori saja tapi juga memperlihatkan kemampuannya sebagai seorang praktisi,” bebernya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana mengungkapkan, saat ini di Kota Bandung sudah terdapat 8 kelurahan yang menjadi Kampung Kang Pisman. Keberadan KBS ini akan terus digenjot oleh Pemkot Bandung agar bisa terus menjamur ke kelurahan lainnya.
Dengan memperbanyak KBS ini, Yana berharap gerakan Kang Pisman semakin masif di masyarakat. Sehingga, tercipta budaya baru masyarakat Kota Bandung dalam mengelola sampah. Salah satu hasilnya adalah mampu mengurangi produksi sampah.
“Mudah-mudahan apa yang sudah kawan-kawan komunitas masyarakat di sini bisa jadi tempat studi tiru bahkan bisa mereplikasi di wilayah lain. Karena sampah ini problem dan programnya kota, bukan kewilayahan saja,” ujar Yana.
Yana mengatakan, saat ini pemilahan sampah mulai menunjukan daya tariknya dengan menempatkan sampah non organik yang memiliki nilai ekonomis. Untuk itu, menurutnya Pemkot Bandung akan memperbanyak porsi pengelolaan untuk sampah organik.
“Cukup banyak metode yang sudah kami uji yang disesuaikan dengan karakteristk sampah masing-masing. Karena mayoritas sampah kita ini adalah sampah organik, yang residu ini yang akan kita olah,” katanya.***