KILASBANDUNGNEWS.COM – Pengamat Politik dari UPI Cecep Darmawan menyampaikan meski sudah dideklarasikan sebagai calon wali kota diusung Partai Gerindra, popularitas dan elektabilitas Ridwan Dhani Wirianata masih rendah.
Kata Cecep, hal itu terlihat dari hasil survei Polsight beberapa waktu lalu. Angka popularitas Ridwan Dhani Wirianata paling buncit mencapai 7,08 persen, sementara elektabilitas hanya 0,75 persen.
Namun Cecep mengingatkan hasil survei Polsight ini harus dihargai, pasalnya hasil survei setidaknya memberikan gambaran, dan bukan untuk dinilai setuju atau setuju. Dan bila tidak setuju, bisa dilakukan survei lain.
Menurutnya, ini menggambarkan bahwa Partai Gerindra harus melihat realitas yang ada. Sehingga bisa berupaya untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas Ridwan Dhani Wirianata.
“Kalau tetap ingin Dhani, bagaimana supaya popularitas dan elektabilitasnya naik. Kalau memang ingin (mengusung, red) Dhani. Juga harus dipertimbangkan calon-calon lain yang juga memiliki peluang yang dari survei itu besar, ” ujar Cecep.
Cecep menilai, Gerindra harus melakukan koalisi bermakna baik dengan partai maupun pihak-pihak yang dari sisi ketokohan bisa mendukung suara di Pilkada, apabila tetap mengusung R. Dhani Wirianata.
“Tentu ini PR besar bagi Gerindra, jangan sampai kekalahan momentum dengan munculnya calon-calon yang punya suara besar yang mungkin saja diambil, digadang-gadang atau ditaksir oleh partai lain, ” tuturnya.
“Hemat saya, Gerindra harus segera melakukan evaluasi diri. Bagaimana Gerindra kalau ingin memperoleh suara yang signifikan, apakah sudah pas pencalonannya atau berkoalisi dengan siapa, ” ungkap Cecep.
Diakuinya, ini memang baru survei awal. Gerindra pun bisa melakukan survei-survei berikutnya secara berkala.
“Supaya nanti terlihat Dhani itu kekurangannya di mana, di tempat mana, dalam hal apa. Nah itu di dongkrak, supaya nanti disurvei lagi, bagaimana keadaannya, supaya objektif. Ini bukan soal setuju atau tidak setuju, tapi fenomena yang ada begitu, ” tuturnya.
Meski sudah bermunculan bakal calon dan bahkan beberapa partai sudah mengeluarkan nama yang mereka usung, Cecep menilai saat ini masih tahap awal. Figur yang muncul sebagai kandidat ini memang sedikit atau banyak akan menjadi perhatian bagi publik.
“Tetapi realnya nanti setelah berpasangan. Jadi partai-partai sekarang ini harus berani menjajaki pencalonan itu kemudian nanti dikalkulasi. Kalau berpasangan dengan ini kira-kira seberapa besar. Jadi jangan sampai salah masang. Penting karena pasangan itu untuk menaikan suara partai maupun Koalisi partai, kalau enggak nanti bisa kalah, ” tuturnya.
Cecep mengatakan, sekarang ini partai-partai harus realistis dengan kandidat dan pesaing kandidatnya. Mereka harus sudah mengkalkulasikan bila A berpasangan dengan B atau A dengan C hasilnya seperti apa.
“Suara partai itu baru satu variabel. Misalnya merasa partai ini suaranya banyak, partai ini sebagai pemenang, itu baru satu variabel. Variabel lainnya ada soal identifikasi kandidat, sejauh mana identifikasi kandidat. Dan juga koalisi, sejauh mana koalisi ini dibangun. Itu faktor-faktor yang akan mendongkrak baik aspek popularitas maupun elektabilitas, ” terangnya.
Saat ini, kata Cecep, memang masih belum terlihat kandidat mana yang akan muncul menjadi calon dan berpasangan dengan siapa. Hal itu tergantung kebijakan partai dari tingkat pusat sampai daerah.
“Tapi partai juga harus realistis dengan kondisi di lapangan. Bisa saja partainya besar, tapi bisa jadi kandidatnya kurang dukungan. Beda dengan ketika pileg, selain partai dilihat juga figur, ” ujarnya.
“Idealnya setiap partai harus melakukan survei secara periodiklah, kalau berpasangan dengan A berapa surveinya, kalau berpasangan dengan B berapa. Terus kalau calon A diganti B berapa, jadi pakai matematika politik, ” jelasnya.
Disinggung soal latar belakang kandidat yang berasal dari Kota Bandung atau urang Sunda, Cecep menilai hal bisa bisa berpengaruh pada pilihan publik. Namun berapa persen dan banyak pengaruhnya harus disurvei.(EVY)