KILASBANDUNGNEWS.COM – Ade Rahmat. Ia adalah seorang pelukis jalanan yang sudah puluhan tahun mangkal di Jalan Braga, Kota Bandung.
Pria kelahiran 1952 ini duduk termenung menatap jalan yang lengang dengan mata kosong, tepat di samping lukisan-lukisan yang dijajakannya.
“Jalanan sepi, yang lihat-lihat (lukisan) juga sepi,” kata Ade saat ditemui Tribun Jabar beberapa waktu lalu.
Ade adalah salah satu pelukis lama di Jalan Braga. Tidak hanya melukis, ia juga menjual lukisannya di sana. Pandemi membuat dagangannya semakin sepi saat ini.
Namun itu tidak menjadi alasan baginya untuk tidak berjualan mengingat ada anak dan istri di rumah yang selalu menunggunya pulang dengan membawa uang.
Bagi Ade, jalan sepi bukanlah alasan untuk menyerah meski hal ini membat lukisannya tak mampu terjual setiap hari.
Ade mengatakan bahwa pada dasarnya menjual lukisan ini sama dalam kondisi apapun, baik kondisi ramai maupun kondisi jalanan sepi.
Hal ini karena penikmat lukisan pun bukanlah sembarang orang, melainkan orang-orang yang mengerti seni dan hanya mereka yang memang menyukai lukisan saja yang membeli lukisan-lukisannya.
“Jualan di sini kadang seminggu dua kali (laku), kadang sekali, kadang tidak sama sekali. Memang sih kalau jalanannya sepi kayak gini ya tambah sepi,” kata Ade.
Di masa pandemi, Ade mengaku bahwa penjualan lukisannya memang lebih sepi dibandingkan sebelum pandemi. Kondisi lebih buruk terjadi setelah PPKM Darurat diberlakukan pada 3-20 Juli.
Ade adalah salah satu pelukis lama di Jalan Braga. Tidak hanya melukis, ia juga menjual lukisannya di sana. Pandemi membuat dagangannya semakin sepi saat ini.
Namun itu tidak menjadi alasan baginya untuk tidak berjualan mengingat ada anak dan istri di rumah yang selalu menunggunya pulang dengan membawa uang.
Bagi Ade, jalan sepi bukanlah alasan untuk menyerah meski hal ini membat lukisannya tak mampu terjual setiap hari.
Ade mengatakan bahwa pada dasarnya menjual lukisan ini sama dalam kondisi apapun, baik kondisi ramai maupun kondisi jalanan sepi.
Hal ini karena penikmat lukisan pun bukanlah sembarang orang, melainkan orang-orang yang mengerti seni dan hanya mereka yang memang menyukai lukisan saja yang membeli lukisan-lukisannya.
“Jualan di sini kadang seminggu dua kali (laku), kadang sekali, kadang tidak sama sekali. Memang sih kalau jalanannya sepi kayak gini ya tambah sepi,” kata Ade.
Di masa pandemi, Ade mengaku bahwa penjualan lukisannya memang lebih sepi dibandingkan sebelum pandemi. Kondisi lebih buruk terjadi setelah PPKM Darurat diberlakukan pada 3-20 Juli.
“Biasanya selalu ada seseorang yang membeli dalam satu minggu,” ujarnya.
Ade dikenal bukan pelukis jalanan biasa. Ia belajar melukis sejak kecil di Bandung bersama mendiang ayahnya, Rusli. Rusli memiliki beberapa teman pelukis lain yang sangat terkenal seperti Basuki Abdullah dan Affandi. Ade memang jago melukis natural, tapi dia mengaku tidak suka lukisan abstrak.
“Saya tidak melukis secara abstrak,” katanya.
Yang cukup mengagumkan dari kisah Ade adalah bahwa ia mengaku memiliki sejumlah lukisan “warisan” dari Basuki Abdullah dan Affandi seperti lukisan berjudul Nyi Roro Kidul dan Bunga Matahari.
Lukisan-lukisan ini menyatu bersama lukisan berharga lainnya di galeri Ade di kawasan Kopo.
“Tapi khusus untuk lukisan warisan Basuki Abdullah dan Afandi, saya tidak akan pernah menjualnya. Itu amanat dari beliau kepada saya,” ujarnya.
Pedagang lukisan lainnya, Asep Saepudin (25), merasakan hal yang sama dengan Ade. Aduh sekarang mah sepi kalau dibandingkan dulu,” ujar Asep.
Menurut Asep, sebagai perbandingan, jika dulu menjual 12 lukisan dalam satu bulan bisa dicapai dengan relatif mudah, maka sekarang menjual satu lukisan pun terasa sangat sulit.
Apalagi dia hanyalah seorang pedagang lukisan, bukan sebagai pembuat lukisan yang bisa “nyambi” ke hal-hal yang lain yang berhubungan dengan seni rupa.
“Saya mah selama ini konsinyasi saja. Jual titip, saya yang jualin,” kata Asep.
Asep mengaku bahwa ia mulai menjadi pedagang lukisan dalam beberapa tahun terakhir saja.
Sebelumnya ia hanyalah seorang karyawan atau pegawai biasa. Setelah berhenti dari pekerjaannya, ia mencoba menjadi pedagang lukisan di Jalan Braga.
“Kondisi sekarang memang sangat jauh berbeda dibanding dulu-dulu.Dulu selalau ramai (laris manis menjual lukisan), nggak seperti sekarang,” katanya.
Asep hanya berharap bahwa kondisi ini akan segera pulih dan bisa kembali seperti kondisi sebelumnya ketika pandemi belum datang.
“Pastinya sih saya selalu berharap keadaan akan cepat normal seperti dulu, kasian kalau sekarang mah, hampir semua sektor terganggu, apalagi bagi penjual lukisan,” katanya (Sumber : jabar.tribunnews.com)