KILASBANDUNGNEWS.COM – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berupaya dalam mengurangi sampah dan memperbaiki kualitas air sungai di Kota Bandung, yakni dengan metode eco enzym dari Thailand. Metode ini diyakini memiliki berbagai manfaat, salah satunya bisa menjernihkan air.
Eco enzym merupakan cairan yang dihasilkan dari fermentasi campuran antara sampah organik berupa sayuran atau buah-buahan dengan molase atau gula tebu bisa juga aren. Semua diproses dalam wadah plastik selama beberapa bulan.
Melalui Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandung, eco enzym dibuat bersama relawan dari komunitas dan kewilayahan. Namun karena melalui proses yang panjang pemanfaatan cairan eco enzym tersebut baru bisa dimulai awal Februari 2021 mendatang.
Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana berharap metode tersebut bisa menjadi satu konsep baru yang membantu menyelesaikan sampah organik di Kota Bandung.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan mendorong hal tersebut jika dapat membantu persoalan sampah di Kota Bandung.
“Karena ini digerakkan oleh komunitas, pemerintah tentunya harus ikut mendorong. Mudah-mudahan dapat membantu sekian persen permasalahan sampah organik di Kota Bandung, kata Yana usai meninjau Pembuatan Eco Enzyme di Kantor UPT Tegallega DPU, Kota Bandung, Kamis 10 Desember 2020.
“Tadi pun sudah bicara dengan Dansektor 22 (Satgas Citarum Harum) semoga bisa membantu menormalisasi kebersihan sungai,” lanjutnya.
Menurut Yana, Kota Bandung yang mempunyai 37 pasar tradisional juga bisa terbantu dengan metode ini. Karena sampah dari pasar seperti buah dan sayuran itu cukup banyak.
“Ini bagian dari Kang Pisman juga. Kalau sampah dari pasar pun bisa diolah juga dengan metode ini, luar biasa. Ke depan bisa disosialisasikan dan dikembangkan. Pemanfaatannya terutama untuk anak-anak sungai yang melintasi Kota Bandung,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala DPU Kota Bandung, Didi Ruswandi mengatakan, setiap pekan pihaknya telah membuat eco enzym. Pada pembuatan yang ketujuh disaksikan langsung oleh Wakil Wali Kota di Kantor UPT Tegalega.
“Sebelumnya sudah dilakukan enam kali. Ini yang ketujuh. Tapi panennya di akhir Januari atau awal februari. Setelah panen kita akan tuangkan ke badan-badan air seperti kolam retensi dan sungai-sungai yang strategis di Kota Bandung,” katanya.
“Karena bergeraknya di bidang sumber daya air, kita fokusnya ke pembersihan sungai itu. Ke depan setelah teruji, sepertinya kita pun akan sosialisasikan ke setiap UPT dan mengundang Kewilayahan juga.”
“Saat ini baru dua kewilayahan yang bergerak jadi relawan,” katanya.
Didi mengatakan, jika pemanfaatan eco enzym ini masif, maka bisa menjadi sesuatu yang besar. Seperti pasar menjadi bersih. Satgas Citarum Harum juga bisa memanfaatkannya untuk membersihkan sungai..
“Untuk sekarang sifatnya kerelawanan, belum dianggarkan dari APBD, karena pembuatannya relatif cukup murah. Kalau di tempat lain metode ini sudah terbukti,” ujarnya.
“Karena ini untuk perbaikan lingkungan dan air, saya harap semua terlibat. Di hulunya mengurangi sampah, di hilirnya kita membersihkan sungainya,” imbuhnya.
Salah satu relawan, Florentina Leni mengaku terpanggil merawat bumi dari rumah, dan dengan metode eco enzym. Menurutnya, semua ibu rumah tangga bisa melakukannya karena biaya yang dikeluarkan tidak banyak dan mudah pembuatannya.
“Khasiat dari eco enzym ini luar biasa. Bahkan banyak orang menyebutnya cairan sejuta manfaat. Saya rasakan sendiri manfaatnya dari membersihkan udara, air, sampai merevitalisasi tanah, bahkan bisa bermanfaat untuk kesehatan dan kebersihan,” katanya.
“Eco enzym ini berupa campuran dari sampah organik dan molase bisa dari gula tebu atau aren, plus air. Perbandingannya harus teliti. Satu bagian gula, banding tiga bagian bahan organik berbanding 10 bagian air dengan wadah yang disiapkan dari plastik karena ada proses pembentukan gas, dan plastik lebih aman,” jelasnya. (rls)