KILASBANDUNGNEWS.COM – Belum selesai geger kemunculan Keraton Agung Sejagat di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, keraton baru bernama Sunda Empire-Empire Earth muncul di Kota Bandung dan menghebohkan Tanah Air.
Diduga kuat, kedua keraton abal-abal ini masih berhubungan. Nama universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, ikut terseret dalam kemunculan keraton ini.
Keberadaan Sunda Empire-Empire Earth terungkap menyusul unggahan Renny Khairani Miller di media sosial Facebook, belum lama ini.
Dalam foto yang diunggahnya, Reny mengenakan seragam layaknya angkatan militer lengkap dengan baret berwarna biru di kepala.
Pada foto itu Renny tak sendirian. Ia bersama ratusan orang lainnya, yang juga mengenakan seragam serupa . Pada foto yang diunggah pada 9 Juli 2019 itu juga terlihat spanduk bertuliskan Sunda Empire-Earth Empire.
Dalam foto lainnya yang diunggah pada 27 Maret 2018 juga terlihat ratusan orang yang sedang berkumpul di sebuah lahan luas di kawasan kampus UPI Bandung.
Ratusan orang ini juga mengenakan seragam hitam dan membawa spanduk besar bertuliskan Sunda Empire-Earth Empire.
Pada spanduk tertulis “The First Anniversary World Development Bank Commemorating The 76th Years The Lost Nederlandsch Indie, March 8 1942 – March 8 2017-March 8 2018 Bandung (Atlantic).
Pada unggahan lainnya di akun yang sama, Totok Santoso Hadiningrat, yang sebelumnya mengklaim diri sebagai raja di Kerajaan Agung Sejagat, juga terlihat. Ini pula yang kemudian memunculkan dugaan bahwa Kerajaan Agung Sejagat dan Sunda Empire berhubungan.
Seperti halnya Keraton Agung Sejagat, Sunda Empire-Earth Empire juga memberi memprediksi bahwa pemerintahan dunia akan berakhir pada 15 Agustus 2020 dan setelah itu, kehidupan masyarakat dunia akan menjadi lebih baik dan sejahtera. Ini membuat dugaan keterkaitan kedua “keraton” ini semakin kuat.
Indikator Orang Stres
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan kemunculan sejumlah kelompok seperti Sunda Empire-Earth Empire dan Keraton Agung Sejagat, yang kemudian viral di dunia maya, adalah indikator bahwa persoalan hidup telah membuat banyak orang mengalami tekanan kejiwaan.
“Banyak orang stres ya di republik ini, menciptakan ilusi-ilusi yang sering kali romantisme-romantisme sejarah, dan ternyata ada orang yang percaya dan menjadi pengikutnya,” kata Ridwan Kamil di Bandung, Jumat (17/1/2020).
Emil, sapaan Ridwan Kamil, mengatakan, Polda Jabar tengah mendalami kehadiran kelompok Sunda Empire ini.
“Tadi malam Pak Kapolda sudah melaporkan. Kalau ada aspek pidana akan kita akan tegas,” katanya.
Emil meminta warga untuk tetap fokus menjalani kehidupannya, dan selalu menyaring berbagai informasi yang beredar menggunakan rasio.
“Gunakan aturan perundang-undangan, jangan mudah percaya terhadap hal-hal yang tidak masuk ke dalam logika asal sehat,” katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Jabar, Kombes Saptono Erlangga Waskitoroso, mengatakan selain mengunggah foto-foto kegiatannya melalui media sosial Facebook, kelompok ini juiga mengunggah rekaman kegiatan mereka di YouTube.
“Postingan video di youtube itu sudah satu tahun lalu, namun muncul sekarang. Ini jadi atensi kami. Jajaran Ditreskrimun Polda Jabar tengah mendalaminya,” ujar Saptono melalui telepon, kemarin.
Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Hendra Suhartiyani mengatakan hal senada. Ia juga memastikan, pihaknya sudah memonitor organisasi itu.
“Sedang kami dalami apakah Sunda Empire ini serupa dengan Keraton Agung Sejagat yang di Purworejo. Kalau pendalamannya sudah lengkap, kami siapkan langkah-langkah antisipasi,” ujar Hendra.
UPI Bantah Terkait
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Kantor Humas UPI Bandung, Dr Yana Setiawan MPd mengakui, lokasi yang terlihat dalam foto dan video kegiatan Sunda Empire adalah Taman Bareti, yang berada di lingkungan kampus UPI.
Namun, Yana menegaskan, UPI sama sekali tak ada kaitannya dengan Sunda Empire.
“Sebagai institusi pendidikan dan bagian dari pemerintahan, kami tegaskan bahwa seluruh sivitas akademika UPI, mulai dari mahasiswa hingga para pimpinan lembaga tidak ada yang terlibat dalam kegiatan atau keanggotaan dari organisasi yang viral di masyarakat tersebut. Jadi kalau ada pihak-pihak yang menggiring informasi UPI terlibat atau memfasilitasi kegiatan itu, maka informasi tersebut jelas tidak benar,” ujar Yana dalam konferensi pers di Gedung Sekretariat UPI, Jumat (17/1/2020).
Yana mengatakan, berdasarkan informasi dari bagian Sarana dan Prasarana Kampus UPI, selama ini UPI tidak pernah menerima permohonan izin atau memberikan izin pada Sunda Empire untuk melakukan kegiatan atau menggunakan ruang fasilitas kampus UPI.
Ia mengakui bahwa mereka sempat menerima pengajuan izin penyelenggaraan kegiatan reuni, halal bihalal, dan napak tilas dari sebuah kelompok yang mengatasnamakan diri Panitia Pembangunan Kota Bandung pada 8 Maret 2017.
Saat itu, kata Yana, kelompok ini memanfaatkan Balai Pertemuan Umum (BPU) yang kini bernama Gedung Ahmad Sanusi
“Orang yang mengajukan izinnya, kalau tidak salah bernama Nasri, dan itu hanya satu kali di 8 Maret 2017 lalu,” ujarnya.
Berdasarkan informasi dari petugas UPT K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Keamanan) Kampus UPI kepadanya, menurut Yana, selain mempergunakan BPU, saat itu kelompok tersebut juga berkumpul di Taman Bareti dengan alasan untuk foto bersama.
“Kami bahkan sempat menegur mereka dan menolak setiap pengajuan izin berikutnya dari kelompok tersebut,” kata Yana.
Penyakit Sosial
Sementara itu, Budayawan asal Jawa Barat Dedi Mulyani ikut memberikan tanggapannya terkait kemunculan Sunda Empire-Empire Earth.
Menurut Dedi Mulyadi, kemunculan Sunda Empire-Empire Earth dengan seragam ala militer merupakan penyakit sosial.
Ia menilai penyakit sosial seperti itu sudah lama terjadi di Indonesia.
Dedi mengatakan, fenomena itu merupakan bentuk problem sosial yang akut.
Berdasarkan penuturan Dedi Mulyadi, masyarakat Indonesia terbiasa masuk ke wilayah berpikir yang tidak realistis atau terlalu obsesif.
“Ada obsesi mendapat pangkat tanpa proses kepangkatan atau instan,” kata Dedi, Sabtu (17/1/2020).
Ia menuturkan, di Indonesia, dalam kehidupan sosial banyak kelompok masyarakat setiap hari mencari harta karun, emas batanganm, uang brazil, dan sejenisnya.
Di sisi lain, kelompok adat yang memiliki sistematika cara berpikir realistis.
“Misalnya areal adat komunitas adat kian sempit, tak dapat pengakuan. Kemudian membuat stigma bahwa mereka (kaum adat) adalah kelompok-kelompok yang dianggap bertentangan dengan asas kepatutan pranata sosial kemapanan hari ini,” katanya.
Untuk mengatasi kelompok-kelompok itu, Dedi menerangkan negara harus memberikan penguatan kepada kaum adat.
Kaum adat menurut Dedi lebih memiliki historis yang jelas dan jauh lebih realistis. (Tri)