Bandung – Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna meresmikan Bank Sampah Hijau Lestari di lingkungan Sekretariat Daerah Kota Bandung di Taman Dewi Sartika Balai Kota Bandung, Selasa (6/11/2018).
Kini, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Sekretariat Daerah Kota Bandung diimbau untuk membuka rekening di bank sampah tersebut.
Hal ini juga bagian dari menyukseskan gerakan Kangpisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) yang telah digulirkan oleh Pemkot Bandung.
Pembukaan rekening dapat dilakukan oleh individu maupun kelompok melalui satuan kerja masing-masing. Setiap hari, Aparatur Sipil Negara (ASN) Kota Bandung diimbau menabung sampah di bank sampah, tepatnya menyetorkan sampah nonorganik untuk dikonversi menjadi saldo rupiah.
Bank sampah telah memiliki satuan harga per kilogram untuk setiap jenis sampah. Nominal rupiah itu kemudian dimasukkan ke dalam buku rekening. Melalui tabungan itu, nasabah dapat berbelanja di EcoMart, atau dapat dicairkan di tiap menjelang hari raya.
Ema menuturkan, gerakan ini merupakan bagian dari perwujudan 100 hari kinerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung, yakni salah satunya Bandung Nyaman. Dengan bank sampah, Ema berharap ada perubahan pola perilaku dalam membuang sampah.
“Ini bagian dari perwujudan peradaban baru merubah mind set dan terbangun culture set di lingkungan aparatur. Ini juga bagian dari memberikan keteladanan kepada seluruh masyarakat Kota Bandung,” tutur Ema seperti dilansir Humas Pemkot Bandung.
Terlebih lagi, kata Ema, sampah merupakan sebuah keniscayaan di kota yang dihuni oleh 2,4 juta jiwa ini. Setiap hari, warga Kota Bandung memproduksi 1.500-1.700 ton sampah. Jumlah tersebut setara dengan timbunan sampah seluas lapangan bola setinggi 75 cm.
Sampah-sampah tersebut dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti dengan biaya angkut Rp8 miliar per bulan atau Rp96 miliar per tahun. Jumlah tersebut ditambah dengan tipping fee (TPS) Sarimukti Rp61.000 perton. Maka, biaya angkut sampah Kota Bandung adalah Rp126 miliar per tahun.
Jika TPS Sarimukti sudah tak lagi beroperasi, pengangkutan sampah akan dialihkan ke TPA Legoknangka dengan tipping fee yang jauh lebih besar, yakni Rp360.000 per ton. Hal itu tentu akan membuat biaya pengelolaan sampah membengkak.
“Bisa dibayangkan kalau ini bertahan terus tanpa ada upaya dari kita melakukan gerakan pengurangan, pemisahan, dan pemanfaatan (Kangpisman). Saya pikir kalau terbangun mind set baru perilaku dari seluruh warga masyarakat dengan suri tauladan dari aparatur ini akan memberikan perubahan yang cukup signifikan,” ucap Ema.***