Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menyadari pentingnya ketersediaan dan keamanan pangan untuk seluruh warganya. Kota dengan 2,4 juta penduduk ini menghadapi tantangan keterbatasan lahan pertanian, sehingga amat bergantung pada wilayah-wilayah produsen pangan.

Namun, Pemkot Bandung tak ingin menyerah dengan kondisi yang ada. Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Bandung melakukan berbagai upaya dan inovasi untuk menjaga agar ketersediaan pangan di Kota Bandung tetap stabil dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Betapa pentingnya urusan pangan ini. Bahkan Ir Soekarno menyatakan bahwa urusan pangan ini menyangkut hidup matinya sebuah bangsa. Kalau pemerintah tidak sanggup menyediakan pangan untuk rakyatnya, maka akan terjadi malapetaka,” ujar Kepala Dispangtan Kota Bandung, Elly Wasliah saat rapat Koordinasi Pleno Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Kota Bandung 2018 di Hotel Grandia Jalan Cihampelas, Kamis (11/10/2018).

Rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh 100 orang pengurus dan anggota DKP. Forum tahunan itu juga mendatangkan para pakar di bidang pertanian, yakni Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat, Dr. Entang Sastraatmaja dan Tim Kajian NBM LPPM Unpad sekaligus selaku Pokja Ahli DKP Kota Bandung Prof. Dr. H. Roni Kastaman.

Pada rapat itu, Elly selaku Sekretaris DKP ingin menguatkan peran DKP dalam mengelola subsistem ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas dan distribusi, konsumsi, dan keamanan pangan. Hal tersebut membutuhkan koordinasi dan kerja sama yang baik di lintas sektor.

“Kota Bandung membutuhkan pangan dengan jumlah yang luar biasa. Kalau tidak tersedia, akan terjadi gejolak harga, dan lain-lain,” tutur Elly.

Ia menyebutkan, dalam satu hari warga Kota Bandung membutuhkan 600 ton beras untuk konsumsi. Pihaknya juga harus menyediakan 800.000 ekor ayam per hari, terdiri dari 500.000 ayam broiler dan 300.000 ayam pejantan. Tak hanya itu, setiap hari Rumah Potong Hewan (RTH) Kota Bandung memotong rata-rata 80 ekor sapi. Jumlah tersebut belum termasuk penyediaan daging beku yang diimpor dari Australia dan New Zealand.

Cara lainnya untuk mendekatkan akses terhadap pangan, Dispangtan Kota Bandung selalu mendorong warga untuk berpartisipasi dalam kegiatan Urban Farming. Kegiatan tersebut merupakan upaya memanfaatkan lahan terbatas menjadi media tanam sayuran.

“Urban Farming ini, alhamdulillah mampu membantu menyediakan pangan, khususnya sayuran, untuk skala rumah tangga. Bahkan di beberapa tempat ada yang hasil urban farmingnya masuk ke pasar-pasar modern, tentu dengan standar kualitas yang baik,” imbuh Elly.

Selain memastikan ketersediaan, Pemkot Bandung juga harus memastikan keamanan pangan tidak terkontaminasi oleh zat-zat yang berbahaya. Oleh karena itu, Dispangtan Kota Bandung menggulirkan inovasi Mini Lab Food Security. Lab mini ditempatkan di 33 pasar tradisional dan 61 pasar modern yang dikelola oleh 8 holding company di Kota Bandung.

“Dengan Mini Lab Food Security, konsumen pasar dapat mengetahui apakah makanan yang dibelinya itu aman hanya dalam hitungan menit,” tutur Elly.

Inovasi tersebut telah memperoleh pengakuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dengan masuk ke dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik. Bahkan, kini itu telah masuk Top 40 Inovasi Pelayanan Publik.

“Meskipun SK resminya belum keluar, tapi ini menjadi energi dan motivasi bagi kami untuk terus memberikan pelayanan terbaik,” katanya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.