Tak Selaras dengan UU Pemda, Kemendagri Kritik UU Penyiaran

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar.

KILASBANDUNGNEWS.COM – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengkritisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang dinilai tidak selaras dengan UU Pemerintah Daerah.

“KPI dari sisi undang-undangnya diatur sendiri, yakni UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, ini tidak nyambung dengan UU Pemda,” kata Bahtiar seperti dikutip dari Antara, Rabu (10/10/2019).

Bahtiar menuturkan, keselarasan regulasi sangat penting agar tafsirannya, terutama dari sisi kelembagaan dan pendanaan, tidak rancu.

Di UU penyiaran, kata Bahctiar, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) disebut merupakan lembaga yang mandiri dan tak didesentralisasikan ke daerah.

Akan tetapi, lanjut Bahtiar, dalam UU yang sama disebutkan bahwa KPI di daerah dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Menurut Bahtiar, hal itu tidak sinkron. Pemerintah daerah, ujar Bahtiar, menurut aturan yang kini berlaku, hanya dapat menganggarkan sesuatu yang menjadi urusannya, kecuali ketentuan lain yang diatur sesuai perundang-undangan.

Sebagai bentuk dukungan, Kemendagri mengevaluasi terhadap rancangan APBD dengan memastikan dana hibah daerah untuk KPI tercantum di dalamnya, selama KPI daerah telah membuat proposal pengajuan hibah.

“APBD provinsi akan dievaluasi Kemendagri, jadi kami pastikan sepanjang teman-teman sudah ada proposalnya nanti kita evaluasi, kalau tidak kasih hibah ke KPID pasti akan dievaluasi,” kata Bahtiar.

Ia mengatakan hal tersebut sudah diatur dalam Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2020.

Bahtiar mengatakan kelak KPI harus hidup di masyarakat layaknya pers yang berperan sebagai pilar keempat demokrasi.

“KPI ini harus kuat, karena kita tahu ini pilar demokrasi, kalau ini (KPI) sampai mati maka ada ruang kosong peradaban demokrasi dan ada kematian demokrasi dari sisi pengawasan penyiaran,” katanya.

Ia menambahkan kehadiran KPI di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai penting.

Apalagi, katanya, KPI produk reformasi yang menjadikan urgensi lembaga itu penting dan dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan peradaban demokrasi Indonesia.***