Sejumlah Titik di Kota Bandung Berpotensi Alami Likuefaksi

Bandung – Bappelitbang Kota Bandung meluncurkan aplikasi ‘Si Taruna Bandung’ atau Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang Berbasis Mitigasi Bencana.

Kepala Sub Bidang 1 Perencanaan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (PIPW), Bappelitbang Kota Bandung, Andry Heru Santoso menyebutkan aplikasi tersebut sebagai upaya agar masyarakat lebih memahami tentang upaya mitigasi bencana.

“Aplikasi ini menyediakan data dan informasi perencanaan tata ruang yang terintegrasi dengan kerawanan bencana secara lebih komprehensif dan dapat diakses secara luas,” jelasnya.

Andry mengungkapkan, sejumlah titik di Kota Bandung juga memiliki potensi fenomena likuefaksi. Likuefaksi yaitu hilangnya kekuatan tanah sehingga tanah tersebut tidak memiliki daya ikat. Getaran yang dihasilkan dari gempa membuat tekanan air meningkat dan membuat sifat tanah berubah dari padat (solid) menjadi cair (likuid) yang nantinya meterial tanah berpasir menjadi lumpur.

Sesuai penelitian dari Geodesy Research Group, Institute Technology Bandung & International Decade for Natural Disaster Reduction yang bekerjasama dengan Bappeda Kota Bandung sekitar tahun 1992 sampai tahun 2000an, terdapat 10 lokasi di Kota Bandung yang berpotensi likuefaksi. Lokasi tersebut yaitu Kecamatan Kiaracondong, Antapani, Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astanaanyar, Regol, Lengkong dan Kecamatan Bandung Kidul.

“10 kecamatan tersebut mungkin masih berpotensi atau tidak, nanti perlu didata dan diupdate ulang. Apakah ada penambahan atau pengurangan, itu kan baru potensi saja,” ujarnya.

Sementara itu, aktifitas Sesar Lembang pun perlu diketahui, karena berpotensi gempa untuk sekeliling Kota Bandung. Menurut data Kelompok Keahlian Geodesi, institut Teknologi Bandung, maksimum magnitud dari gempa Sesar Lembang 6,4-7 Skala Richter.

Andry pun menegaskan, agar masyarakat memahami Fenomena Land Subsidence (Penurunan Tanah) berupa perubahan dari level ketinggian tanah terhadap suatu bidang referensi tinggi.

Fenomena tersebut berdampak meluasnya daerah genangan banjir sebagai akibat dari timbulnya daerah daerah amblas atau cekungan banjir, terjadinya retak pada gunung/bangunan, miringnya bangunan dan kerusakan jalan.

Untuk meminimalkan potensi bencana, Pemkot Bandung semakin memperketat perizinan khususnya Infrastruktur.

“Kalau namanya pembangun, perizinan itu sudah tidak mungkin lagi dihentikan. Penduduk Bandung yang cukup padat. Antisipasinya, perizinan bangunan dievaluasi. Persyaratannya kita perketat khususnya kawasan yang berpotensi tinggi. Kebijakan tata ruang perlu diintervensi supaya resikonya kecil,” tegas Andry.***