Bandung – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI) berharap pemerintah mengkaji ulang kebijakan menambah cuti Libur Lebaran 2018 menjadi 10 hari.

“Kita mengharapkan pemerintah dapat mengkaji ulang kebijakan ini, karena berkaca dari tahun sebelumnya terdapat kebingungan di lapangan,” kata Executive Member APSYFI Prama Yudha dalam keterangan tertulis, Kamis, (18/4/2018).

Prama mengatakan, kebijakan itu mengganggu dan merugikan kegiatan industri dan ekspor. Potensi kehilangan ekspor disebut mencapai 50 persen, akibat kebijakan yang mendadak.

Selain itu, industri disebut akan terbebani biaya lembur buruh, biaya logistik dan transportasi akan membengkak serta mengganggu arus kas usaha. Terakhir, customer ekspor dalam negeri berpotensi beralih ke negara pesaing.

Menurut Prama, kebijakan libur hendaknya ditetapkan minimal tiga bulan sebelumnya. Karena dalam ekspor-impor, proses shutdown, pengurangan produksi, pengaturan jadwal setidaknya butuh persiapan sekitar 60 hari.

Selanjutnya, Prama mengatakan, penetapan cuti bersama untuk industri baiknya bersifat “guideline” kepada perusahaan. Pengambilan cuti bersama didiskusikan antara perusahaan dan serikat pekerja. Menurut dia, tidak semua pihak berkenan untuk libur

“Jika pun terdapat keadaan yang mewajibkan cuti bersama kami kira untuk periode Idul Fitri cukup ditetapkan 2 hari sebelum dan 2 hari sesudah,” katanya.

Terkait restriksi jalan bagi kendaraan angkutan, dia merekomendasikan untuk diterapkan sistem buka-tutup. Penutupan total maksimal hanya dalam durasi 24-36 jam.

Hal itu disebut urgen untuk transportasi pengangkut bahan baku bagi industri. Terlebih untuk industri yang bergerak di hulu dan beroperasi 24 jam, karena akan berdampak secara beruntun kepada rantai sektor berikutnya. Jeda setelah 24 jam, penutupan total dapat dibuka kembali dengan pertimbangan aktual di lapangan bersama Korlantas.

Prama Yudha mengatakan, dalam turunan SK hari libur lebaran nantinya, harus dijelaskan mana yang sifatnya libur wajib, fakultatif dan vital tetap beroperasi. Dia meminta penghentian operasi bank harus seminimal mungkin karena berpengaruh dengan seluruh transaksi dan arus kas.

Terakhir, operasi pelabuhan juga harus diperjelas. Menurut Prama, tahun lalu terdapat kebingungan antara perusahaan freight-forwarder. “Kami siap dengan ekspor, tapi freight-forwarder tidak siap karena tidak ada kejelasan tentang hari libur pelabuhan,” kata Corcomm PT Asia Pacific Fibers Tbk itu.***

Sumber: prfmnews