Muralis Bicara Mural Kritik yang Dihapus dan Diburu Aparat

KILASBANDUNGNEWS.COM – Cepatnya aparat menghapus coretan di dinding baik mural hingga grafiti bernada kritik baik sosial maupun terhadap pemerintah mungkin bukan masalah bagi para aktivis seni jalanan. Namun, persoalan yang terjadi setidaknya satu bulan terakhir di mana aparat pun memburu pembuat mural dinilai menjadi persoalan baru.

Itulah yang diungkapkan salah satu muralis dengan nama alias Anagard dari Yogyakarta.

Pengamat dan pelaku seni jalanan, Anagard menilai penghapusan terhadap karya seni seperti mural ataupun grafiti merupakan hal yang biasa. Hanya saja menjadi berbeda ketika aparat pemerintah bersikap terlampau reaktif dengan langsung menghapus mural yang mengkritik pemerintah serta memburu pembuatnya.

“Yang tidak biasa itu ketika aparat terlalu bersikap reaktif dengan langsung menghapus hingga mencari pembuatnya,” jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (27/8).

Salah satu contohnya seperti penghapusan mural dengan tulisan “Dibungkam” dan “Stop yang di buat Anagard bersama Yogya Street Art Forum di Jembatan Kewek, Yogyakarta. Mural tersebut diketahui langsung dihapus oleh petugas pada keesokan harinya, Minggu (22/8) Siang.

Kemudian, pembuatan mural ‘404 Not Found’ dengan muka diduga mirip Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Tangerang dan pria bermasker di mata yang juga mirip sang kepala negara di Bandung. Polisi disebutkan hendak mencari para pembuat mural tersebut.

Sikap aparat yang terus merepresi seni mural di sudut-sudut kota dinilai tidak akan membuat para seniman kapok. Anagard mengatakan semakin aparat bersikap reaktif maka hanya akan semakin banyak mural-mural baru di lapangan.

Dia menerangkan mural sendiri selama ini kerap menjadi salah satu medium untuk penyampaian pendapat atau bentuk kebebasan berekspresi dari para seniman kepada pemerintah.

Oleh karena itu, ia menilai sikap aparat tersebut tak ubahnya sebagai pembungkaman serta merampas hak masyarakat untuk berpendapat dan bersuara.

Apalagi, kata Anagard, dalih merusak pemandangan ataupun mengganggu ketertiban umum yang kerap digunakan aparat tidak berlaku pada baliho-baliho politik yang juga bermunculan di sudut-sudut jalanan.

“Kalau dengan alasan mengganggu kurang mengganggu apa coba baliho-baliho itu. Kalau alasannya mengganggu ketertiban umum, selama tidak ada muatan SARA saya kira tidak seharusnya dihapus,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menilai, alih-alih akan menyurutkan gerakan perlawanan sikap aparat yang kelewat reaktif tersebut hanya akan mendorong para seniman jalanan lainnya untuk turut bersuara. Baik di tempat-tempat yang sama atau lokasi-lokasi yang berbeda.

“Karena kami sayang pemerintah dan kami menolak pengontrolan suara kritis, makanya kami tegur penguasa dengan berkarya,” pungkasnya.

(Sumber: www.cnnindonesia.com)