Karyawan RSUD Al-Ihsan Unjuk Rasa Termasuk Dokter dan Perawat, Pasien Operasi Terpaksa Menunggu

KILASBANDUNGNEWS.COM – Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Al Ihsan, Baleendah, Kabupaten Bandung, sempat terganggu menyusul unjuk rasa yang dilakukan ratusan karyawan rumah sakit tersebut, Senin (4/11/2019).

Unjuk rasa yang diikuti hampir semua dokter, perawat, jajaran manajemen, dan para karyawan di bagian administrasi, itu digelar setelah mereka mengikuti apel pagi.

Seperti dilansir Tribun Jabar, Selasa (5/11/2019), mereka menuntut pemerintah segera memastikan status karyawan di RSUD Al Ihsan secara berkeadilan.

Teti Rostika (43), pasien asal Kampung Papak Serang, Desa Serangmekar, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, mengaku terpaksa harus menunggu lama dan tak kunjung mendapatkan pelayanan karena unjuk rasa ini.

Teti, yang hari itu dijadwalkan menjalani operasi hernia, sudah datang ke RSUD Al Ihsan sejak pukul 06.00 WIB.

“Dari rumah, saya bahkan berangkat jam setengah enam karena jadwal operasinya, katanya, jam tujuh atau jam delapan. Tapi sampai jam setengah sepuluh, ternyata belum juga diapa-apain,” ujarnya.

Padahal, menurut Teti, untuk menjalani operasi hernia ini, sejumlah persiapan sudah ia lakukan.

“Saya sudah puasa sejak pukul 03.00 dini hari. Saya enggak tahu jadi apa tidak operasinya, takutnya enggak jadi hari ini,” katanya.

Hal senada dikatakan Euis Tati (39), pasien asal Majalaya, Kabupaten Bandung, yang kemarin, seharusnya menjalani operasi kuret.

“Saya sudah tiga kali bolak-balik rumah sakit pemeriksaan dan pendaftaran operasi. Hari ini seharusnya jadwal operasinya, tapi sampai siang masih menunggu,” ujarnya.

Euis mengaku tidak tahu hari itu akan unjuk rasa karyawan RSUD Al Ihsan yang membuat pelayanan terganggu.

“Harapannya tetap operasi hari ini enggak mau ditunda atau diundur lagi, soalnya sudah puasa juga dari tadi pagi,” ujarnya.

Empat Tuntutan

Ketua Forum Karyawan RSUD Al Ihsan, Ahmad Husaini, mengatakan mereka akan terus berjuang hingga pemerintah mewujudkan tuntutan mereka.

“Bila perlu, kami akan mendatangi Gedung Sate untuk menemui langsung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Ini merupakan ungkapan unek-unek yang luar biasa, yang sudah bertahan sejak lama. Perjuangan ini sudah panjang, sejak 2016 akhir,” ujarnya di sela-sela aksi di depan Gedung A RSUD Al Ihsan.

Ia mengatakan, selain diikuti karyawan non-PNS, aksi ini juga diikuti para karyawan yang sudah berstatus PNS.

Menurutnya, dari 982 karyawan, baru 75 orang yang PNS. Sisanya, sekitar 90 persen masih berstatus non-PNS, yang terdiri dari non-PNS tetap dan non-PNS kontrak.

Ahmad menyebutkan, ada empat tuntutan yang mereka suarakan pada unjuk rasa ini.

“Pertama soal kejelasan status karyawan non-PNS RSUD Al Ihsan yang sampai saat ini belum ada kejelasan. Kami ingin Pak Gubernur Jawa Barat secepatnya memberikan keputusan A, B atau C kepada kami karyawan non-PNS,” katanya.

Dulu, kata Ahmad, sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BULD), status kepegawaian diatur dalam Permendagri Nomor 60. Dalam permendagri itu masih ada ada PNS dan non-PNS.

Lalu Permendagri 60 tersebut diubah menjadi Permendagri Nomor 79 dengan dua status pekerja rumah sakit yaitu PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).

“Artinya harus diubah, apakah PNS atau P3K. Bergaining-nya apa layaknya PNS atau P3K?” katanya.

Tuntutan kedua, soal sistem pengupahan yang berkeadilan.

“Kami menuntut hajat hidup kami untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien. Apalagi kami sedang menunggu akreditasi, tapi kalau yang menghidupkan akreditasi saja tidak dihargai. Bagaimana kami bisa memberikan performa yang terbaik?” ujarnya.

Ia mengatakan, tuntutan ini mereka suarakan bukan karena mereka materialistis.

“Sekali lagi, ini ada unsur-unsur keadilan yang diperjuangkan. Kami dibonsai, dari aturan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) menjadi UPTD (Unit Pelaksana Tugas Daerah), artinya disuruh lari tapi kami diikat.”

Tuntutan ketiga tentang pesangon yang sesuai dengan ketentuan. Selama ini, mereka sudah memediasi beberapa karyawan yang pensiun agar mendapat pesangon dengan Disnakertrans, namun pihak managemen rumah sakit tidak membuka diri untuk memberi solusi yang terbaik.

“Keempat, soal transparansi open biding dan penetapan Direktur RSUD Al Ihsan definitif. Sebetulnya sudah ada Permendagri 79, Undang-undang ASN 2014, dan PP 49, bahkan di pergub pun diatur semuanya. Tinggal kepedulian pemerintah dalam memberikan putusan,” ujarnya.

Ahmad mengakui aksi yang mereka lakukan sempat mengganggu pelayanan kesehatan di rumah sakit tapi tak lama.

“Sebagian kami sudah masuk ke pelayanan, rawat inap dan rawat jalan sudah berjalan sebagaimana biasa. Pelayanan untuk rawat inap dan rawat darurat tidak terganggu. Ini karena animo karyawan yang luar biasa, ingin ikut, ingin menyuarakan,” ujarnya, seraya mengatakan sebagian besar peserta aksi adalah karyawan yang sedang libur atau cuti.

Selain berorasi, para peserta aksi juga memasang spanduk berukuran besar berisi tulisan, “Maaf, kami sudah lelah Pak Gubernur, Pak Kadis, Pak Direktur!” Dalam bertanda forum karyawan RSUD Al Ihsan, mereka juga menulis, #SAVERSUDALIHSANPROVJABAR.

Terbatas

Penjabat Direktur RSUD Al Ihsan, dr Undang Komarudin, mengaku tak dapat berbuat banyak menyikapi tuntutan para karyawan karena sebagai penjabat direktur, kewenangannya terbatas.

Undang mengatakan, ia diangkat menjadi penjabat Direktur RSUD Al Ihsan, Februari lalu.

“Plt tidak boleh melaksanakan kebijakan strategis, termasuk kebijakan mengangkat atau memberhentikan pegawai” ujarnya.

Mengenai open biding pemilihan Direktur RSUD Al Ihsan definitif, kata Undang, juga bukan kewenangannya.

“Itu kebijakan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat,” ujarnya.

Bentuk Tim

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Berli Hamdani Gelung Sakti, yang kemarin, datang ke RSUD Al Ihsan, mengaku menemui peserta aksi adalah bentuk tanggungjawabnya dalam membina seluruh karyawan rumah sakit. Ia mengaku akan memfasilitasi Forum Karyawan RSUD Al Ihsan.

“Akar permasalahannya (RSUD Al Ihsan) sudah lama, ketika poengelolaan RSUD ini diserahkan ke Pemprov Jabar. Pada waktu itu hanya penyerahan rumah sakitnya, tapi urusan kepegawaiannya ada yang terlupakan, salah satunya soal kepastian hukum kepegawaian. Itu yang dituntut teman-teman,” kata Berli.

Berli memastikan akan secepatnya menyampaikan permasalahan tersebut kepada Gubernur Jawa Barat agar gubernur dapat secepatnya memberikan solusi. Ia juga akan membentuk tim untuk membantu menyelesaikan permasalahan itu.

“Tidak ada yang tidak mungkin untuk diwujudkan, yang penting kita berusaha serius dengan mengkaji aturan-aturan yang berlaku. Sejak awal diserahkan ke pemprov pada 2006 sampai sekarang, tentunya banyak aturan yang berubah dan kita akan menyesuaikan dengan aturan yang berlaku,” tuturnya.

Namun demikian, Berli mengaku tak bisa memastikan kapan permasalahan ini bisa selesai.

“Saya tidak bisa mengatakannya karena masalahnya sudah lama, sudah kompleks, beranak pinak. Kalau kangker, sudah menyebar ke mana-mana, sudah berdampak ke mana-mana,” tambahnya.

Berli mengakui, sudah sejak lama RSUD Al Ihsan ini bermasalah. “Kami sadari bahwa selama sekian tahun sudah terjadi mismanagemen, salah urus di rumah sakit ini. Buktinya salah urus banyak permasalahan yang terjadi,” ujarnya.***