Jokowi Kembali Minta Pakai Masker di Luar Ruangan

KILASBANDUNGNEWS.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali minta masyarakat untuk pakai masker di luar ruangan. Ia juga mengingatkan bahwa pandemi COVID-19 masih belum berakhir, terutama adanya kenaikan kasus akibat dua subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.

Mengingat, sebelumnya Jokowi mengumumkan kebijakan pelonggaran masker pada Mei 2022. Keputusan tersebut diambil sejalan dengan penanganan pandemi COVID-19 yang disebut terkendali.

“Saya juga ingin mengingatkan kepada kita semuanya bahwa COVID-19 masih ada. Oleh sebab itu, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan, memakai masker adalah masih sebuah keharusan,” beber Jokowi dalam keterangannya, Minggu (10/7/2022).

“Oleh sebab itu, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan, memakai masker adalah masih sebuah keharusan,” imbuh Jokowi.

Selain perihal masker, Jokowi juga meminta agar vaksinasi booster atau dosis ketiga terus ditingkatkan lantaran vaksin ini masih jauh dari target yang ditetapkan. Perintah ini disampaikan kepada seluruh pemerintah daerah hingga TNI-Polri.

Tak sampai di situ, saat ini pemerintah juga resmi kembali memperketat aturan perjalanan dengan mensyaratkan vaksinasi booster. Bagi warga yang belum mendapatkan vaksinasi dosis ketiga atau booster wajib melakukan tes antigen atau PCR sebelum bepergian.

Aturan ini berlaku untuk seluruh masyarakat yang melakukan perjalanan menggunakan kendaraan pribadi atau umum, transportasi udara, darat, laut, hingga kereta api antarkota di seluruh Indonesia.

Bagi yang baru vaksin dosis pertama, wajib tes PCR sebagai syarat naik pesawat. Sementara penerima dosis kedua wajib menunjukkan hasil negatif rapid test antigen.

Kata Pakar soal Perihal Masker
Menurut mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama, diwajibkannya memakai masker di luar ruangan merupakan langkah baik di tengah munculnya sejumlah subvarian baru. Selain BA.4 dan BA.5, ia juga belakangan menyoroti temuan kasus BA.2.75 yang memiliki banyak mutasi.

“Data sementara yang ada menunjukkan BA.2.75 setidaknya 8 mutasi tambahan daripada BA.5 yang sekarang banyak di Indonesia, yang dapat punya pengaruh menghindar dari imunitas yang sekarang sudah ada,” pesan dia, dikutip dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Senin (11/7).

Selain BA.2.75, varian lain yang disebutnya juga perlu menjadi kewaspadaan bersama adalah BA.5.3.1.

“Semua perkembangan ini membuat kita perlu waspada. Kita berbesar hati dengan arahan Presiden Jokowi pada saat Idul Adha baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan memakai masker adalah masih sebuah keharusan,” pungkas dia.

Kapan Puncak BA.4 dan BA.5?
Presiden RI Joko Widodo memprediksi puncak kasus COVID-19 di Indonesia pada gelombang kali ini bakal tiba di pekan kedua atau ketiga Juli 2022. Hal tersebut ia sampaikan pekan lalu dalam rapat terbatas terkait antisipasi lonjakan kasus COVID-19.

“Kita akan evaluasi kebijakan PPKM yang kita tahu kasus per 3 Juli kemarin ada 1.614 kasus dan diprediksi puncak kasusnya ada di Juli ini minggu kedua atau minggu ketiga,” beber Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, dikutip dari CNNIndonesia, Senin (4/7/2022).

Hal senada disampaikan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin. Menurutnya, puncak gelombang BA.4 dan BA.5 di RI bakal tiba di pekan kedua atau ketiga bulan ini. Ia mengacu pada negara-negara lain yang sudah mengalami puncak lebih dulu, seperti Portugal, Australia, dan Afrika Selatan.

Menkes menjabarkan, puncak kasus COVID-19 kali ini bisa terjadi dalam 28-36 hari sejak BA.4 dan BA.5 ditemukan.

“Jadi, karena di Indonesia itu ditemukannya sesudah Lebaran, kalau kita mengikuti pola di 3 negara lain, puncaknya kira-kira minggu kedua Juli atau minggu ketiga Juli,” jelas Menkes Budi saat ditemui di Hotel Westin, Jakarta Selatan, Minggu (3/7).

Meski begitu, jumlah kasus COVID-19 pada puncaknya mungkin tidak mencapai 20 ribu kasus dalam sehari. Sebab, rata-rata kasus pada gelombang kali ini hanya 30-40 persen dari puncak Omicron sebelumnya.

“Jadi, kalau Indonesia 58 ribu sebelumnya, ya 30 persennya lah, mungkin di bawah 20 ribu puncaknya kasus per hari. Ini kalau kita mengikuti pola yang terjadi di negara-negara lain yang sudah melampaui puncak,” pungkas Menkes. (Sumber : Detik.com)