Apindo Gaet Calon Investor Tanamkan Modal di Jabar

KILASBANDUNGNEWS.COM –Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat (Jabar) berkomitmen untuk terus mengurangi pengangguran di provinsi tersebut. Seperti diketahui, Indonesia memiliki populasi sebesar 270 juta jiwa, sebesar 48 juta jiwa atau 17,86% populasi berada di Jabar. Populasi di Jabar merupakan yang terbesar di antara 34 provinsi di Indonesia.

Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik mengatakan, dengan jumlah populasi yang cukup besar tentunya angkatan kerja di Jabar cukup tinggi terutama ditambah lulusan baru setiap tahunnya.

“Dengan demikian, potensi jumlah penganggran pun akan bertambah bila tidak diikuti dengan pembukaan lapangan kerja baru,” ucap Ning, Senin (01/11/2021).

“Atas dasar itu, kita terus menjajaki kerja sama dengan calon investor agar mau menanamkan modalnya di Jabar guna membuka lapangan kerja baru. Kondisi ini tentunya bisa menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran,” tambahnya.

Menurut Ning, Salah satu langkah yang dilakukan Apindo, yaitu dengan melakukan presentasi dihadapan calon investor antara lain kepada salah satu perusahaan sepatu New Balanc, pada 19 Oktober 2021 lalu di Purwakarta.

Calon investor yang hadir di antaranya Vice President untuk Strategic Sourcing dan Quality NB Athletic Shoe Duncan Scott, Country Manager New Balance di Indonesia Elmore Simorangkir, serta General Manager dari perusahaan Metropearl Indonesia Anto Tsai, dan beberpa tim technical development dari New Balance,” tuturnya.

Ning menyatakan, pihaknya mengetahui betul apa yang menjadi keinginan dan kekhawatiran para investor. Beberapa poin menjadi hal penting dalam presentasi, yaitu ketersediaan jumlah angkatan kerja besar di Jabar dan upah masih sangat kompetitif serta infrastruktur yang maju di antaranya Bandara Kertajati serta Pelabuhan Patimban.

“Pengembangan Kawasan Segitiga Rebana menjadi salah satu focus Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam menyedot calon investor untuk menanamkan modalnya di Jabar,” ujarnya.

Ning menjelaskan, adanya pengembangan kawasan Segitiga Rebana seluas 43.913 hektare di Jabar bisa menjadi lokasi calon investor untuk menanamkan modalnya. Adanya fasilitas-fasilitas dari pemerintah berupa tax holiday, tax allowance, investment allowance, dan deductive tax akan menjadi pendorong investor untuk berinvestasi di Jabar khususnya, dan Indonesia pada umumnya.

“Tidak dipungkiri kita semua menuju high tech, digitalisasi industry, seperti yang sering disebutkan yaitu 4.0 atau bahkan 5.0. Namun industri padat karya tetap masih dibutuhkan dengan adanya ketersediaan angkatan kerja serta transisi tehnologi yang belum sepenuhnya terjadi dan terpenuhi,” paparnya.

Ning menambahkan, Apindo Jabar juga memfasilitasi calon investor bertemu langsung dan berdialoh Bersama Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Dalam dialog tersebut, dihadiri calon investor dari Korea Selatan, WS Shin serta Jay Bang.

“Dalam pertemuan tersebut, pemerintah memberikan jaminan tentang pengurusan surat–surat izin yang cepat serta iklim investasi di Indonesia yang kodusif,” ujarnya.

Namun Ning menambahkan bahwa calon investor masih menyimpan kekhawatiran terhadap impelementasi Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) terutama soal pengupahan.

“Pak Bahlil Lahadia mengatakan calon investor tidak usah khawatir menanamkan modal di Indonesia,” ujarnya.

Selain melakukan pertemuan dengan Kepala BKPM serta Menteri Investasi,
Apindo Jabar juga memfasilitasi calon investor bertemu dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Dalam pertemuan singkat tersebut Kementerian Perdagangan berjanji akan menindaklanjuti keluhan pengusaha.

“Kementerian Perdagangan telah bekerja sama dengan pihak ketiga dalam mengatasi kelangkaan kontener. Di mana MSC, selaku pihak ketiga telah melakukan penarikan kontener kosong dari berbagai negara, sehingga bisa dipakai untuk para ekportir untuk mengirimkan barang keluar,” paparnya.

Sementara itu, calon investor asal Korea Duncan mengatakan setiap orang asing yang bekerja di Indonesia membayar US$1.200 per tahun. Banyak sekali orang asing dari perusahaan alas kaki di Indonesia.

“Seharusnya uang tersebut bisa dipakai untuk memberikan pelatihan, kelas–kelas transformasi teknologi terkait sepatu, namun hingga kini sepertinya belum dilakukan,” kata Duncan.

“Kondisi tersebut membuat perusahaan sepatu masih kesulitan mencari tenaga teknis atau engineer,” imbuhnya.

Duncan mengharapkan pemerintah membantu mewujudkan transformasi teknologi tersebut. Sehingga, perusahaan tidak melulu harus melakukan hijacking setiap membutuhkan technician baru. (Parno)